Palembang – Penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan jaringan komunikasi dan informasi lokal desa (internet desa) di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, terus bergulir dan menunjukkan babak baru. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan kembali menetapkan dan menahan dua tersangka baru atas dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara bernilai miliaran rupiah tersebut.
Dua tersangka tersebut adalah Muhammad Ridho alias MO, seorang pengacara, dan Muhzen alias MH, pejabat struktural aktif di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Muba. Keduanya ditahan penyidik pidana khusus Kejati Sumsel setelah ditemukan cukup alat bukti yang menunjukkan keterlibatan aktif mereka dalam upaya menghalangi proses hukum.
Informasi ini disampaikan Asisten Pidana Khusus Kejati Sumsel, Umaryadi, SH, MH, melalui Kasi Penkum Vanny Yulia Eka Sari dalam siaran pers resmi, Senin, 2 Juni 2025. “Hari ini, kami menahan dua tersangka baru atas dugaan korupsi pengadaan internet desa pada Pemerintah Kabupaten Muba, anggaran tahun 2018–2023. Keduanya diduga melakukan perintangan penyidikan,” ujar Vanny.
Muhammad Ridho ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Palembang selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 2 Juni hingga 21 Juni 2025, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-12/L.6.5/Fd.1/06/2025. Sementara Muhzen ditetapkan sebagai tersangka melalui TAP-13/L.6.5/Fd.1/06/2025, meskipun yang bersangkutan telah lebih dulu ditahan dalam perkara terpisah yang masih berkaitan dengan proyek internet desa.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Kejati Sumsel mengungkapkan bahwa penetapan keduanya sebagai tersangka merupakan hasil pendalaman penyidikan yang mengarah pada dugaan adanya rekayasa dalam upaya menutupi aliran dana hasil korupsi. “Keduanya menyusun skenario agar seolah-olah terdakwa lain, yakni Riduan dan Arif, menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Padahal, MH telah menerima fee dari proyek sebesar lebih dari Rp7 miliar,” tegas Umaryadi.
Kejaksaan juga mencium adanya manipulasi terkait dana sebesar Rp2,1 miliar yang dalam persidangan diklaim sebagai pembayaran alat berat. Namun dari hasil penyelidikan, tidak ditemukan bukti adanya transaksi nyata atas pengadaan tersebut. Lebih jauh, pengacara Muhammad Ridho bahkan diduga turut mengondisikan sopir pribadinya, Ichsan Damanik, agar tidak mengungkap fakta bahwa dirinya pernah menyerahkan uang kepada MH.
“Ini jelas bentuk pengkondisian saksi. Upaya sistematis ini bertujuan untuk mengaburkan jalur uang dan melindungi pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab,” ungkap Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang larangan menghalangi, merintangi, atau menggagalkan penyidikan dan pemeriksaan dalam perkara korupsi.
Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi berjamaah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muba. Sebelumnya, Kejati Sumsel telah menetapkan sejumlah pejabat dan pihak swasta sebagai tersangka dalam proyek pengadaan internet desa yang menggunakan anggaran tahun 2018 hingga 2023, dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah. (red)