Denpasar – Dua organisasi pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali, mengecam keras segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap wartawan saat meliput demonstrasi di sekitar Polda Bali dan kantor DPRD Bali, Sabtu (30/8/2025). Korban intimidasi yang dipublikasikan adalah Fabiola Dianira (detikBali.com) dan Rovin Bou (Balitopik.com). Kedua wartawan tersebut mengalami tekanan fisik dan penghalangan kerja saat menjalankan tugas jurnalistik.
Fabiola Dianira mengalami intimidasi saat hendak mengambil foto dugaan aparat yang menangkap seseorang. “Tiga dari empat orang yang diduga aparat menghampiri saya, menghardik agar tidak mengambil foto, dan memaksa menghapus foto dari ponsel,” ungkap Dianira. Kedua tangannya dipegang kuat oleh dua orang, sementara satu orang lain memaksa membuka galeri gawainya. Padahal, Dianira belum sempat mengambil foto. Meski Dianira menunjukkan kartu pers sebagai bukti identitas wartawan, tindakan aparat tak surut. Bahkan salah satu dari mereka sempat menampakkan gestur ingin memukul Dianira. Peristiwa itu membuat Dianira syok dan mengalami trauma.
Sementara itu, Rovin Bou yang tengah meliput live di TikTok di depan Kantor Dirkrimsus Polda Bali, juga mendapat perlakuan kasar. Tubuhnya dicengkram, gawai dan tas dirampas. Meskipun Rovin menyatakan dirinya wartawan, aparat tidak mempercayainya karena saat itu tidak membawa kartu pers. Baru setelah seorang rekan wartawan membenarkan identitasnya, aparat melepaskan cengkraman dan mengembalikan barang-barangnya.
Ketua AJI Denpasar, Ayu Sulistyowati, menegaskan bahwa dua insiden ini membuktikan kebebasan pers di Indonesia masih terancam. “Jurnalis perempuan sering menjadi target serangan, terutama saat meliput isu sensitif. Kekerasan terhadap wartawan perempuan tidak hanya memperburuk ketimpangan di media, tapi juga membahayakan kebebasan pers,” katanya. Ayu mengingatkan bahwa tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap wartawan merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur sanksi pidana hingga dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta bagi siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik.
Ketua AMSI Bali, I Ketut Adi Sutrisna, menyatakan sikap tegas terhadap kejadian tersebut. Ia menekankan, wartawan bekerja untuk kepentingan publik dengan menyampaikan informasi yang benar, akurat, dan berimbang. “Tindakan intimidasi terhadap wartawan sama saja dengan merampas hak masyarakat atas informasi,” ujar Adi. AMSI Bali mendesak aparat kepolisian, khususnya Polda Bali, mengusut tuntas insiden ini dan menindak oknum yang terlibat sesuai hukum. Mereka juga mengingatkan seluruh aparat agar menjunjung profesionalisme, menghormati kerja jurnalistik, dan mengedepankan sikap humanis saat menangani demonstrasi.
Kedua organisasi menyerukan perlindungan penuh bagi seluruh jurnalis, baik anggota AJI maupun bukan, serta mendorong perusahaan media memberikan perlengkapan keselamatan bagi wartawan, terutama saat meliput aksi massa. AJI dan AMSI menekankan bahwa kebebasan pers adalah pilar demokrasi, dan intimidasi terhadap wartawan merupakan ancaman serius yang harus dilawan bersama. (*)