Kupang – Kejaksaan Negeri Kota Kupang memastikan proses hukum terhadap mantan Kapolres Ngada, Fajar Widyadharma Lukman Sumaarmadja, segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kupang. Tersangka didakwa dalam kasus pidana berat berupa pencabulan, kekerasan seksual terhadap anak, serta penyebaran konten asusila di media elektronik.
Pelimpahan tahap II berupa berkas perkara, barang bukti, dan tersangka dilakukan oleh penyidik Polda NTT kepada jaksa penuntut umum pada Selasa, 10 Juni 2025. Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, Zet Tadung Allo, menyatakan bahwa proses hukum terhadap tersangka Fajar akan dijalankan secara objektif dan transparan. Penanganan ini menjadi prioritas karena kejahatan seksual terhadap anak tergolong sebagai kejahatan luar biasa yang wajib ditindak tegas oleh negara.
Dalam perkara ini, tersangka Fajar diduga telah melakukan sejumlah tindak pidana terhadap tiga anak, masing-masing berinisial IBS (6 tahun), MAN (16 tahun), dan WAF (13 tahun), dalam rentang waktu Juni 2024 hingga Januari 2025. Perbuatan dilakukan secara berulang di wilayah Kota Kupang. Berdasarkan hasil penyidikan, tersangka menggunakan relasi kuasa dan tipu daya untuk mengelabui korban, serta memanfaatkan posisi sosialnya untuk menciptakan rasa aman palsu. Bahkan dalam beberapa kasus, Fajar melibatkan pihak lain untuk memfasilitasi pertemuan dengan korban anak.
Kejaksaan juga menyebutkan bahwa sebagian aksi cabul dan kekerasan seksual itu direkam oleh tersangka sendiri, lalu disebarkan ke situs gelap (dark web), yang kerap menjadi tempat distribusi konten ilegal bermuatan seksual. Kejahatan ini tidak hanya menyakiti fisik dan mental korban, tetapi juga berdampak luas secara sosial, serta menunjukkan adanya penyalahgunaan teknologi dan kekuasaan dalam bentuk paling ekstrem.
Tersangka dijerat dengan berbagai pasal pidana berat, termasuk Pasal 82 Ayat (1) Jo. Pasal 76E UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, Jo Pasal 6 angka 3 dan Pasal 15 huruf g UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Selain itu, ia juga melanggar Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (1) UU ITE sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU RI Nomor 1 Tahun 2024, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp1 miliar. Tersangka juga disangkakan dengan Pasal 81 Ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016, yang mengancam dengan pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda hingga Rp5 miliar. Tambahan lainnya adalah Pasal 6 huruf c Jo Pasal 15 Ayat (1) huruf f dan g UU No. 12 Tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun dan/atau denda hingga Rp300 juta.
Tersangka telah dilakukan penahanan selama 20 hari sejak tanggal 10 Juni hingga 29 Juni 2025. Menurut Kepala Kejari Kota Kupang, Hotma Tambunan, saat ini jaksa sedang merampungkan berkas untuk segera melimpahkannya ke pengadilan guna disidangkan secara terbuka. Tindakan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada celah hukum bagi tersangka untuk menghindari pertanggungjawaban.
Kejaksaan Tinggi NTT menegaskan komitmennya untuk menindak tegas kejahatan seksual terhadap anak sebagai bentuk perlindungan terhadap kelompok paling rentan dalam masyarakat. Kajati Zet Tadung Allo mengajak semua elemen masyarakat untuk mengawasi proses hukum dan turut aktif dalam pencegahan kekerasan seksual di lingkungan masing-masing.
Kasus ini menjadi cerminan betapa pentingnya akuntabilitas di kalangan aparat penegak hukum dan urgensi evaluasi terhadap sistem internal institusi. Negara harus hadir memberikan keadilan bagi korban dan menghapus impunitas terhadap pelaku kejahatan seksual, siapa pun dia dan apa pun jabatannya.