Prabumulih – Wali Kota Prabumulih, Arlan, akhirnya buka suara dan mengakui kesalahan dalam keputusan memutasi Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah, serta memindahkan petugas keamanan sekolah ke Satpol PP.
Langkah tersebut sempat memicu polemik karena dianggap berlebihan dan tidak sesuai prosedur. Arlan mengaku, keputusannya dipicu oleh kejadian yang melibatkan putrinya, Aura, yang waktu itu harus turun dari mobil di luar pagar sekolah saat hujan deras.
“Iya, saya akui itu keputusan emosional. Saya minta maaf,” kata Arlan kepada wartawan, Sabtu (20/9/2025).
Kejadian berawal saat Aura, yang mengikuti latihan marching band, pulang sekolah dan tidak diperkenankan masuk ke halaman sekolah menggunakan kendaraan, sesuai aturan. Karena itu, ia harus berjalan kaki dari pagar sekolah ke dalam gedung saat hujan turun deras. Mendengar cerita tersebut dari putrinya, emosi Arlan tak terbendung. Ia lalu mengambil tindakan langsung—mutasi kepala sekolah dan pemindahan petugas keamanan.
Kepala SMPN 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah, sebelumnya menjelaskan bahwa kebijakan larangan kendaraan masuk ke lingkungan sekolah sudah diterapkan cukup lama dan berlaku pada semua orang tua siswa tanpa pengecualian.
“Aturan dibuat untuk keamanan anak-anak. Tidak ada niat menyusahkan siapa pun,” ujar Roni saat menanggapi persoalan tersebut, beberapa waktu lalu.
Keputusan mutasi itu mendapat sorotan luas dari masyarakat hingga akhirnya menarik perhatian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Inspektur Jenderal Kemendagri, Sang Made Mahendra Jaya, menyatakan bahwa ada pelanggaran prosedur dalam keputusan mutasi tersebut.
“Yang bersangkutan (Wali Kota Arlan) telah melakukan tindakan yang tidak sesuai regulasi. Dan sesuai mekanisme, akan diberikan teguran tertulis,” ujar Sang Made.
Tak hanya dari Kemendagri, Arlan juga mengaku telah menerima teguran dari partainya, Partai Gerindra, terkait insiden tersebut. Setelah menjalani pemeriksaan internal selama delapan jam, ia menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik, sekolah, dan semua pihak terkait.
“Saya telah mendapat teguran dari partai. Saya menyadari kesalahan saya dan berjanji akan lebih bijak ke depan,” ujar Arlan.
Kasus ini menjadi pembelajaran penting tentang pentingnya menjaga batas antara urusan pribadi dan jabatan publik. Banyak pihak menilai, tindakan seperti ini tak seharusnya dilakukan oleh pejabat yang dituntut netral, adil, dan profesional dalam mengambil kebijakan.