Jakarta – Kepolisian Republik Indonesia menggelar konferensi pers pada Rabu, 21 Mei 2025, terkait pengungkapan kasus jaringan penyimpangan seksual daring melalui platform Facebook. Grup yang diberi nama “Fantasi Sedarah” dan “Suka Duka” tersebut berhasil dibongkar oleh tim siber Bareskrim Polri setelah melakukan investigasi digital selama beberapa bulan terakhir.
Dalam konferensi pers yang digelar di Mabes Polri, Kepala Divisi Humas Polri Irjen. Pol. Dr. Sandi Nugroho menjelaskan bahwa grup-grup tersebut diduga kuat menjadi wadah penyebaran konten menyimpang yang mengarah pada tindakan incest (hubungan sedarah) dan eksploitasi seksual. Grup tersebut telah aktif selama lebih dari satu tahun dan beranggotakan ratusan akun yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia.
“Ini adalah bentuk penyimpangan serius yang tidak hanya melanggar norma sosial dan agama, tetapi juga tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta perlindungan anak,” tegas Irjen Sandi.
Dalam penggerebekan serentak yang dilakukan di beberapa daerah seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar, polisi berhasil mengamankan sedikitnya 24 orang yang diduga menjadi admin, moderator, dan anggota aktif dalam grup tersebut. Barang bukti yang disita antara lain sejumlah gawai, tangkapan layar percakapan, dan rekaman video serta foto yang dikategorikan sebagai konten bermuatan pornografi dan penyimpangan seksual.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Adi Saputra, menyatakan bahwa beberapa tersangka merupakan pelaku residivis kasus serupa dan sengaja menggunakan identitas palsu untuk menghindari penelusuran digital.
“Beberapa dari mereka menggunakan nama samaran dan menyebarkan konten berupa cerita fiktif maupun pengalaman pribadi yang diduga kuat mengandung unsur hasutan untuk melakukan hubungan sedarah,” kata Brigjen Adi.
Saat ini, para tersangka dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 27 ayat (1) dan (4) serta Pasal 45 ayat (1) dan (4) UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE, junto UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara.
Polisi juga berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menutup akses terhadap grup-grup serupa serta melakukan patroli siber secara rutin guna mencegah penyebaran konten sejenis di masa mendatang.
Dalam kesempatan yang sama, Polri mengimbau masyarakat untuk melaporkan aktivitas daring yang mencurigakan dan tidak ragu memanfaatkan saluran resmi seperti lapor.polri.go.id atau menghubungi unit Siber terdekat. Pihak kepolisian menegaskan bahwa perlindungan terhadap anak dan ketertiban ruang digital merupakan prioritas utama dalam penegakan hukum era informasi saat ini. (*)