JAKARTA — Aroma konflik itu mulai tercium sejak wasiat dibuka. Tapi kini, bara itu menyala menjadi api terbuka. Sengketa warisan mendiang Eka Tjipta Widjaja, pendiri kerajaan bisnis raksasa Sinarmas Group, memasuki babak baru yang penuh ketegangan. Dua pria yang mengaku sebagai anak kandung mendiang—Efendi Widjaja dan Budi Widjaja—melalui kuasa hukum mereka, kembali melayangkan somasi. Surat kedua bernomor 018/NPLO-Sm/V1/2025 itu dilayangkan oleh Kantor Hukum Nahak & Partners, dan menuntut satu hal: transparansi total.
“Klien kami sama sekali tak pernah dilibatkan dalam proses pembagian harta warisan. Tidak ada informasi, tidak ada undangan, bahkan tidak ada komunikasi,” ujar Agustinus Nahak, pengacara dari kedua penggugat, dalam konferensi pers yang digelar Sabtu siang, 26 Juli 2025, di Jakarta. Suaranya tegas. Nadanya tajam. Dan kalimatnya menabrak keheningan para pelaksana wasiat yang hingga kini memilih bungkam.
Somasi kedua ini, kata Agustinus, adalah bentuk keputusasaan yang terukur. Somasi pertama yang dilayangkan sebelumnya, menurut dia, tidak digubris. Tak ada itikad baik, tak ada klarifikasi. Dan karena itu, ia mengklaim, kecurigaan menjadi sah: bahwa ada upaya untuk menyembunyikan sesuatu dari kliennya—dua pria yang merasa telah dibuang dari meja warisan keluarga sendiri.
Lebih jauh, Agustinus menyatakan keraguan serius terhadap keabsahan Akta Wasiat Nomor 60 Tahun 2008—dokumen yang kini dijadikan dasar hukum dalam pembagian warisan mendiang Eka Tjipta. Akta itu, menurut dia, bertentangan dengan Akta Wasiat 1994 yang lebih dulu dibuat. Ia menuding bahwa wasiat 2008 kemungkinan disusun saat kondisi kesehatan almarhum sudah menurun drastis. “Ada potensi penyalahgunaan kondisi, bahkan manipulasi,” ujarnya.
Isi somasi kali ini bukan main. Kuasa hukum Efendi dan Budi mendesak agar seluruh daftar aset peninggalan almarhum segera dibuka secara utuh. Tak hanya itu, mereka juga menuntut salinan dari seluruh akta legal terkait, serta rincian pengelolaan warisan sejak Eka Tjipta wafat. “Pengalihan aset yang diduga janggal harus dihentikan sekarang juga,” ujar Agustinus. “Dan semua ahli waris sah harus dilibatkan. Bukan dikesampingkan.”
Tenggat waktu 14 hari diberikan dalam surat resmi. Tapi dalam konferensi persnya, Agustinus memberi nada ultimatum: jawaban harus datang hari ini juga. Jika tidak, pihaknya akan menempuh jalur hukum secara agresif. Itu termasuk gugatan perdata dan pidana, pelaporan dugaan pemalsuan akta, serta indikasi penggelapan aset ke aparat penegak hukum. Tak berhenti di situ, audit menyeluruh terhadap seluruh entitas bisnis di bawah naungan Sinarmas Group juga tengah dipertimbangkan. Artinya: gurita bisnis milik keluarga Widjaja akan disorot sampai ke akarnya.
“Yang kami kejar bukan hanya hak waris. Tapi keadilan,” tegas Agustinus.
Hingga kini, pihak pelaksana wasiat maupun keluarga inti Widjaja belum memberikan tanggapan terbuka atas somasi kedua ini. Diam mereka justru mempertebal kabut yang menggantung di atas pusaka kekuasaan keluarga pengusaha besar itu.
Sengketa ini bukan sekadar pertikaian antar anggota keluarga. Ini adalah babak baru dalam sejarah panjang perebutan kekuasaan di balik layar konglomerasi. Warisan Eka Tjipta Widjaja, yang diyakini bernilai triliunan rupiah dan menjangkau sektor kelapa sawit, keuangan, properti, hingga teknologi, kini berada dalam pusaran konflik hukum yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Dan ledakan itu, bisa saja terjadi di ruang sidang, atau di ruang-ruang kepercayaan publik yang semakin menipis terhadap para pemilik modal.
: TIM NPLO