Kota Bandar Lampung — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda untuk Demokrasi (KAMPUD) secara resmi telah mendaftarkan saran dan pendapat terkait permintaan penetapan tersangka lain dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) belanja hibah KONI Provinsi Lampung tahun anggaran 2020. Hal ini disebabkan karena tim penyidik Kejati Lampung dinilai belum melakukan pengusutan secara tuntas terhadap perkara yang telah merugikan keuangan daerah miliaran rupiah.
Dalam keterangan persnya, Rabu, 18 Juni 2025, Seno Aji, S.Sos, S.H, M.H., selaku Ketua Umum DPP KAMPUD menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan kajian secara mendalam melalui laporan hasil audit independen dengan nomor laporan LI.22/MCI-KjkTngLpg/1114 yang ditujukan kepada Kepala Kejati Lampung, perihal perhitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran belanja hibah Pemerintah Provinsi Lampung tahun anggaran 2020 kepada pengurus KONI Provinsi Lampung. Atas dasar tersebut, DPP KAMPUD meminta dan mendesak kepada Kepala Kejati Lampung agar segera menetapkan tersangka lain, khususnya eks Ketua Umum KONI Provinsi Lampung berinisial “MYSB”.
“Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 Pasal 11, yang pada intinya menyatakan bahwa masyarakat dapat menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada aparat penegak hukum mengenai penanganan perkara korupsi, maka DPP KAMPUD secara formal telah mendaftarkan saran dan pendapat atas permintaan penetapan tersangka lain, khususnya mantan Ketua Umum KONI Provinsi Lampung, berinisial MYSB. Adapun dasar penetapan tersangka lain adalah hasil kajian terhadap dokumen laporan hasil audit independen dengan nomor laporan LI.22/MCI-KjkTngLpg/1114 yang ditujukan kepada Kepala Kejati Lampung,” jelas Seno Aji.
Aktivis yang dikenal sederhana ini juga mengutarakan bahwa perbuatan MYSB dinilai telah memenuhi unsur-unsur untuk ditetapkan sebagai tersangka dalam pengusutan kasus dugaan Tipikor dana hibah KONI Provinsi Lampung tahun 2020.
“Dalam laporan penggunaan dana hibah KONI Provinsi Lampung, terdapat penggunaan dana sebesar Rp2.233.340.500,- (dua miliar dua ratus tiga puluh tiga juta tiga ratus empat puluh ribu lima ratus rupiah) yang dialokasikan untuk pembayaran insentif satuan tugas (Satgas) yang dibentuk melalui surat keputusan Ketua Umum KONI Provinsi Lampung. Di antaranya adalah SK Nomor 53 Tahun 2019, SK Nomor 6, 9, 42, 47, 63, dan 64 Tahun 2020 yang semuanya ditandatangani langsung oleh MYSB. Maka, berdasarkan peristiwa hukum tersebut, patut dinilai bahwa MYSB memiliki peran strategis dan harus bertanggung jawab (pleger) dalam perkara ini,” tegas Seno Aji.
Ia melanjutkan, terbitnya SK tersebut menunjukkan perbuatan melawan hukum (de wederrechtelijkheid), adanya bentuk kesalahan (schuldform) berupa kesengajaan maupun kelalaian (culpa/fahrlässigkeit), tidak adanya alasan penghapus kesalahan (keinen schuldausschließungsgründe), serta kemampuan untuk bertanggung jawab (zurechnungsfähig).
“Terbitnya SK menjadi fakta hukum dan alat bukti bahwa perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan. Berlaku asas nulla poena sine culpa (tiada pidana tanpa kesalahan) sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu, SK tersebut dapat diinterpretasikan sebagai kebijakan organisasi yang berdampak langsung pada pengeluaran kas bendahara KONI dan menyebabkan kerugian keuangan negara,” papar Seno.
Lebih jauh, Ketua Umum DPP KAMPUD itu menilai bahwa perbuatan penerbitan SK oleh MYSB merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan, memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain, merugikan keuangan negara, dan menyalahgunakan jabatan. Unsur-unsur tersebut patut dinilai telah memenuhi delik tindak pidana korupsi.
“Perbuatan mantan Ketua Umum KONI Provinsi Lampung tersebut telah memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni Pasal 2 ayat (1), Pasal 15, dan Pasal 55 KUHP. Maka, sudah sepatutnya Kejati Lampung menetapkan MYSB sebagai tersangka,” pungkas Seno Aji.
Untuk diketahui, saran dan pendapat tersebut telah didaftarkan secara resmi ke kantor Kejati Lampung melalui bagian PTSP dan diterima oleh petugas bernama Diana.
Sebagai informasi tambahan, Ketua Umum KONI Provinsi Lampung tahun 2020 adalah M. Yusuf S. Barusman. Dalam perjalanan penanganan kasus ini, Kejati Lampung telah menetapkan dua tersangka, yaitu Agus Nompitu dan Frans Nurseto. Namun, penetapan tersangka terhadap Agus Nompitu telah dibatalkan melalui putusan sidang praperadilan dengan Nomor 9/Pid.Pra/2025/PN.Tjk pada Rabu, 18 Juni 2025. (*)