Pasuruan — Sebuah kesepakatan yang tertuang dalam surat perjanjian antara dua belah pihak di wilayah Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, terancam berakhir di ranah hukum. Hal ini dipicu oleh tindakan salah satu pihak yang dinilai tidak kooperatif dan melanggar isi surat perjanjian yang telah ditandatangani bersama pada pertengahan bulan Juli 2025 lalu.
Menurut pihak yang merasa dirugikan, hingga saat ini tidak ada iktikad baik dari terlapor untuk memenuhi isi perjanjian yang telah disepakati bersama, termasuk tidak direalisasikannya pembayaran sejumlah uang yang telah dijanjikan pada tanggal 17 Juli 2025. Padahal, tenggat waktu tersebut sudah diberikan dengan kelonggaran dari tanggal 15 Juli, sebagai bentuk itikad baik dari pihak pelapor.
“Sudah cukup kami bersabar. Dari tanggal 15 diundur ke tanggal 17, lalu dijanjikan lagi tanggal 20, bahkan sekarang ingin menunda lagi ke tanggal 30. Ini bukan lagi kelalaian, tapi pengabaian terhadap kesepakatan hukum,” ujar pelapor dengan nada kecewa saat diwawancarai, Senin (21/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa surat perjanjian tersebut disusun secara resmi dan diketahui oleh aparat Polsek Grati, bahkan ditandatangani langsung di hadapan Kanit Reskrim setempat. Namun, terlapor dinilai tidak menunjukkan itikad baik dengan mengingkari komitmen serta terus mengumbar janji tanpa kepastian yang jelas.
“Isi surat yang kami tandatangani bersama sudah jelas. Ada batas waktu dan konsekuensi. Tapi orang ini tidak hanya mengabaikan, tapi terkesan mempermainkan. Kami sudah cukup bersabar dan memberikan waktu. Jika hari ini tidak juga ada penyelesaian, kami akan menempuh jalur hukum,” tegasnya.
Pelapor menyebut bahwa jika hingga batas waktu yang telah ditentukan tidak ada realisasi pembayaran sebagaimana isi perjanjian, maka pihaknya akan melaporkan permasalahan ini secara resmi ke Polsek Grati. Selain itu, ia juga menyatakan akan membawa kasus ini ke ruang publik melalui pemberitaan media, sebagai bentuk transparansi dan penegakan keadilan.
“Kami tidak akan segan lagi untuk membawa hal ini ke ranah hukum, karena semua proses sudah kami tempuh secara kekeluargaan. Sekarang kami tinggal menunggu itikad baik. Jika tidak ada, kami akan serahkan ke proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Persoalan ini menjadi cermin bagi pentingnya penegakan komitmen dalam perjanjian hukum antarpribadi. Ketika itikad baik tidak dipenuhi dan kesepakatan diabaikan, maka jalur hukum menjadi satu-satunya ruang penyelesaian yang diakui secara formal. Pihak pelapor pun berharap, melalui langkah hukum ini, tidak hanya keadilan bisa ditegakkan, tetapi juga menjadi pelajaran agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari. (*)