Dusun Sei Sadong, 17 Juli 2025 | Di banyak daerah di Pulau Jawa, proses pembuatan batu bata masih mengandalkan tanah liat, pembakaran dalam tungku, serta teknik tradisional yang diwariskan turun-temurun. Namun, hal berbeda terlihat di Dusun Sei Sadong, Desa Pengadang, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Di sini, proses pembuatan bata justru meninggalkan metode konvensional dan beralih ke pendekatan yang lebih praktis dan cepat.
Tanpa tanah liat dan pembakaran, bata yang disebut “batako” ini dibuat menggunakan campuran pasir dan semen jenis “Kon”. Tidak seperti bata merah yang harus dibakar di tungku pada suhu tinggi, batako di Sekayam cukup dikeringkan selama lebih dari sehari di bawah terik matahari, tepat di bawah rumah produksi yang beratapkan seng.
“Kalau cuaca panas, sehari juga bisa langsung dijual. Jadi tidak perlu tungku, tinggal jemur saja,” ujar Rian, salah satu pekerja di sentra produksi batako Dusun Sei Sadong, saat ditemui pada Kamis (17/7).
Dengan menggunakan cetakan manual, seorang pekerja seperti Rian dapat memproduksi hingga 200 buah batako dalam satu hari. Upah yang diterima mencapai Rp600 per buah, atau sekitar Rp120.000 per hari. Rian menyebutkan bahwa harga jual per unit batako ke masyarakat hanya sekitar Rp2.500.
“Kalau ada pesanan dua ribu unit, berarti uang yang dikeluarkan pembeli sekitar lima juta rupiah,” jelasnya.
Meski tidak dibuat melalui proses pembakaran, kualitas batako ini dinilai cukup baik dan mampu memenuhi kebutuhan konstruksi ringan seperti dinding rumah, pagar, dan bangunan semi permanen lainnya. “Memang beda dengan bata merah, tapi kekuatannya cukup lumayan. Yang penting sesuai kegunaan,” katanya.
Proses pencampuran antara pasir dan semen menjadi rahasia tersendiri dalam produksi batako ini. Rian menolak menyebutkan komposisi pastinya dengan alasan etika terhadap pemilik usaha.
“Kurang elok saya katakan karena ini menyangkut ‘resep’ pembuatan. Tapi, bila saya sebut mohon jangan ditulis ya. Kuatir nanti tidak baik kepada majikan,” katanya sembari tersenyum.
Para pembeli biasanya memesan langsung ke tempat produksi yang tersebar di Dusun Sei Sadong. Setelah itu, barulah mereka melengkapi bahan bangunan lainnya seperti semen, kayu, seng, dan paku di toko material terdekat.
Industri rumahan ini menjadi salah satu tumpuan ekonomi masyarakat lokal. Di tengah keterbatasan modal dan teknologi, para pekerja seperti Rian dan rekannya Doni tetap konsisten memproduksi ratusan batako setiap harinya. Rata-rata, keduanya mampu menyelesaikan lebih dari 200 unit batako per orang.
Proses yang sederhana, bahan yang mudah didapat, dan harga yang terjangkau membuat batako produksi Sekayam semakin diminati. Di balik kesederhanaannya, terdapat ketekunan dan semangat warga yang menjaga roda ekonomi tetap berputar di pedalaman Kalimantan Barat. (*)