Oleh: Yumna Karima, S.Pd
Ramadhan dikenal sebagai bulannya al-Qur’an sebab pada bulan inilah al-Qur’an diturunkan, tepatnya pada malam 17 Ramadhan. Momentum yang dikenal dengan malam Nuzulul Qur’an ini biasanya diperingati masyarakat dengan mengadakan berbagai acara atau kegiatan.
Seperti Kementerian Agama yang menggelar 350 ribu khataman Al-Qur’an pada 16 Ramadan lalu (metrotvnews.com, 19/3/25)
Selain itu, peringatan nuzulul qur’an juga dilakukan di Masjid Agung Nurul Faizin dengan mengusung tema “Peran Al-Quran Dalam Membangun Masyarakat Berahlak Mulia”, yang dihadiri berbagai tokoh dan masyarakat setempat (Kabarindoraya.com, 16/3/25).
Adapun Bupati Bandung Dadang Supriatna mengadakan acara Lomba Cerdas Cermat Pemahaman Al-Quran dengan mengundang sejumlah ormas untuk beradu cepat dan kepintaran dalam menjawab berbagai pertanyaan seputar isi kandungan AlQuran (bandungraya.net, 16/3/25).
Momentum peringatan nuzulul qur’an yang dilakukan di tengah masyarakat muslim selama ini boleh jadi membuat bulan ramadhan semakin berkesan. Namun, tidak cukup hanya memperingati dengan mengadakan beragam bentuk kegiatan tanpa merenungi maknanya secara hakiki.
Sebagai makhluk yang serba terbatas, manusia perlu tuntunan untuk menjalani kehidupannya. Allah swt telah menurunkan Al-Quran dengan aturan yang sedemikian lengkap dan rinci sebagai pedoman hidup bagi manusia. Karenanya, wajib untuk senantiasa berpegang pada pada pedoman ini agar mendapati ketentraman hidup dan keselamatan di akhirat kelak. Hal ini juga merupakan konsekuensi keimanan yang harus ada dalam diri setiap muslim.
Sayangnya, meski dengan penduduk mayoritas muslim, keadaan masyarakat di negeri ini sungguh jauh dari gambaran sebagaimana masyarakat muslim. Maraknya kasus kejahatan dengan motif yang makin kesini makin diluar nalar, degradasi moral anak dan remaja, ketimpangan sosial, ketidakadilan, hingga KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang masih eksis.
Padahal disisi lain majelis-majelis ta’lim bertebaran dan aktif dengan berbagai kegiatan keagamaannya. Kajian-kajian nafsiyah tidak sulit ditemukan. Pendidikan formal dan non formal berbasis keagamaan juga ada dimana-mana. Masyarakat tidak kekurangan para pemuka agama yang senantiasa mendakwahkan Islam. Lalu, mengapa hal tersebut tidak menjadikan kehidupan berjalan dengan baik ?
Sesungguhnya fenomena tersebut menjadi indikasi bahwa penerapan ajaran Islam oleh mayoritas masyarakat muslim nyatanya hanya pada ranah ibadah ritual saja. Shaf-shaf shalat jumat mungkin selalu penuh bahkan hingga ke tanah lapang, namun setiap pekan juga dibersamai dengan adanya laporan kehilangan sendal. Budaya berbagi takjil hingga sembako bertebaran oleh para dermawan, para penerimanya pun semakin meningkat semasa ramadhan bahkan sebagiannya sudah sedari pagi menunggu di tepi jalan.
Situasi semacam ini bukan hal yang asing dalam sistem kehidupan sekuler-kapitalis. Kehidupan sekuler yang memisahkan aturan agama dengan kehidupan. Dan kehidupan kapitalis yang menggiring masyarakat hidup berstandar pada materi. Dengan demikian, masyarakat semakin jauh dari pemahaman bahwa aturan Islam harus diambil dan diterapkan secara utuh bukan seperti hidangan prasmanan yang bebas pilih, apa yang disukai diambil dan apa yang tidak disukai ditinggalkan.
Sistem kehidupan sekuler-kapitalis ini memunculkan berbagai problematika kehidupan dan tidak pernah mampu memberikan solusi yang menuntaskan problematika tersebut sampai ke akarnya. Maka sudah seharusnya masyarakat khususnya umat Islam menyadari kewajiban berpegang pada Al-Quran secara keseluruhan dan memperjuangan untuk menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dalam semua aspek kehidupan.
Karena itu, diperlukan aktivitas dakwah secara ideologis untuk membangun kesadaran umat akan kewajiban menerapkan Al-Quran pada kehidupan dalam wujud yang utuh dan nyata, tidak hanya bagi individu, namun juga oleh masyarakat dan negara. Tatkala kesadaran di tengah umat telah dan negara hadir sebagai komponen utama yang akan menegakkan aturan Islam secara utuh bagi masyarakat, maka ketentraman akan menyertai seluruh negeri. Sebab setiap aturan dalam Islam sesuai dengan fitrah, menentramkan hati, dan memuaskan akal.
Wallahu’alam bish-shawab