Devi Ariani – Pemerhati Umat
Pemerintah Kota Balikpapan meluncurkan program Gerakan Bersama Posyandu Berantas Stunting (Gempur Stunting) sebagai langkah strategis menekan angka prevalensi stunting yang masih berada pada angka 21,6 persen.
“Penanganan stunting menjadi prioritas utama dalam pembangunan sumber daya manusia di Kota Balikpapan. Hari ini, kita meluncurkan langkah nyata yang menyentuh langsung masyarakat,” kata Asisten III Setda Kota Balikpapan, dr. Andi Sri Juliarty, saat peluncuran program di Taman Bekapai, Sabtu (25/5).
Ia mengatakan, program Gempur Stunting hadir sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, dengan pendekatan kolaboratif lintas sektor dan partisipatif di tingkat masyarakat.
Menurutnya, dalam peluncuran tersebut, Pemkot Balikpapan melakukan tiga langkah konkret sebagai bagian dari komitmen, yakni penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara TP PKK dan Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, kemudian penetapan Ketua RT sebagai Orang Tua Asuh Balita Stunting, dan pemberian paket sembako serta dukungan gizi kepada ibu hamil dan balita selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Program “Gerakan 100 Persen Balita Ditimbang” juga menjadi bagian dari strategi Gempur Stunting. (Kaltim.antaranews.com)
Stunting yang terus terjadi pada generasi saat ini menjadikan tumbuh kembang anak terhambat, disebabkan karena banyak faktor, yaitu kurang nutrisi yang cukup untuk diberikan — seperti 4 sehat 5 sempurna — yang sulit didapatkan oleh masyarakat yang kurang mampu, makanan yang tidak seimbang yang menyebabkan kurang gizi seperti junk food atau makanan cepat saji, serta jajanan yang rendah nutrisi yang disajikan ke generasi. Kondisi sosial ekonomi yang sulit juga menyebabkan kepala rumah tangga kesulitan memenuhi nutrisi anak-anaknya.
Di samping itu, ada banyak program edukasi terkait permasalahan stunting yang diluncurkan oleh pemerintah setempat, khususnya di Balikpapan, dan juga pembagian sembako ke masyarakat yang tidak mampu. Namun, meskipun hal ini sering dilakukan, kasus stunting belum juga selesai dari tahun ke tahun dan angkanya pun tetap meningkat.
Di sisi lain, bukan karena masyarakat kurang edukasi terkait stunting, dan meskipun ada pembagian sembako, hal itu pun tidak mampu mencukupi. Namun, kebanyakan permasalahan justru berasal dari kesulitan ekonomi masyarakat. Banyak kepala rumah tangga yang hanya berpenghasilan pas-pasan, bahkan ada yang tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Sehingga mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan di rumah. Akhirnya, mau tidak mau, mereka memberikan makanan yang kurang nutrisi karena keterpaksaan ekonomi. Ditambah lagi harga bahan pangan yang semakin hari semakin mahal, menjadikan masyarakat semakin tidak mampu untuk membeli.
Inilah yang terjadi di negara yang katanya memiliki sumber daya manusia melimpah, tetapi masyarakatnya berada dalam kesulitan. Memberikan program seperti ini disebut hanya sebagai program populis.
Pemimpin dalam sistem kapitalisme memang diposisikan hanya sebagai regulator kebijakan, bukan sebagai pemenuh kebutuhan dan kepentingan rakyat. Bahkan, sering kali justru untuk memenuhi kepentingan para oligarki yang mempunyai peran besar di tampuk kekuasaan.
Negara dalam sistem kapitalisme sangat jauh dari peran utamanya sebagai pengurus dan pelayan rakyat, termasuk dalam menjamin kebutuhan gizi generasi untuk mencegah stunting. Kepemimpinan berasaskan sekularisme — yaitu pemisahan agama dari kehidupan — adalah penyebab utama dan akar dari semua permasalahan saat ini. Sehingga, kepemimpinan yang terjadi memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengatur kehidupan sesuai akal dan hawa nafsunya.
Maka lahirlah kezaliman dan ketidakadilan yang tak terhindarkan. Tentu semua ini adalah bukti buruknya sistem yang diterapkan di negeri ini. Oleh karena itu, sistem kapitalisme tidak akan bisa melahirkan generasi yang berkualitas, bahkan hanya untuk mencegah kasus stunting. Sehingga, kesejahteraan hidup rakyat dengan kebijakan yang katanya mampu menyelesaikan masalah gizi generasi terlihat tidak terealisasi dengan baik.
Islam Mampu Memberantas Stunting bagi Generasi
Islam bukan hanya sebagai ibadah ritual semata, tetapi juga sebagai solusi bagi setiap problematika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, termasuk masalah stunting.
Kepemimpinan dalam Islam berada di bawah institusi khilafah. Sistem ini mampu menjamin kebutuhan gizi generasi dengan mekanisme yang mudah, benar-benar gratis, dan berkualitas. Mulai dari memerintahkan setiap kepala keluarga atau laki-laki untuk bekerja menafkahi keluarganya dan memenuhi kebutuhan mereka. Negara juga wajib menyediakan lapangan pekerjaan, baik dengan pendekatan langsung maupun tidak langsung.
Pendekatan secara langsung dilakukan dengan menyediakan lapangan kerja secara luas. Dalam negara Islam, sumber daya alam seperti api, air, dan padang rumput adalah kepemilikan umum yang pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara, bukan oleh swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri. Maka dengan mekanisme ini akan memudahkan para pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, terutama kebutuhan gizi.
Sedangkan secara tidak langsung, negara Islam akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif. Jika individu tidak mampu mengelola nafkahnya, maka tanggung jawab itu beralih kepada wali atau ahli warisnya, lalu kepada Baitul Mal. Kepala negara juga wajib membangun kedaulatan pangan di bawah departemen kemaslahatan umat.
Dalam Islam, negara tidak boleh menyerahkan urusan rakyat kepada pihak swasta. Dalam negara khilafah, kebijakan pemenuhan gizi dan pengentasan stunting akan melibatkan para pakar dan ahli dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan dan kedaulatan pangan secara nyata.
Dana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat bersumber dari Baitul Mal, guna mewujudkan semua kebijakan pengurusan rakyat yang berkualitas dan adil. Sungguh, hanya dengan penerapan Islam secara kaffah di bawah institusi khilafah, akan terwujud pemenuhan gizi generasi dan lahir generasi pembangun peradaban dunia dengan kepribadian Islam.
Wallahu a’lam bishshawab.