Jakarta – Setiap pagi, seorang pria paruh baya tampak sigap mengangkat kotak-kotak plastik berisi donat dari gerobaknya. Adalah Sergio, pria asal Garut, Jawa Barat, yang telah tiga tahun terakhir mengandalkan hidup dari menjual donat di sudut-sudut kota Jakarta. Bukan di gerai besar atau kedai kopi yang menjamur, melainkan langsung kepada konsumen di trotoar, halte bus, dan jembatan penyeberangan orang (JPO).
Dengan mengenakan topi lusuh dan senyum ramah, Sergio menawarkan berbagai varian rasa dari donat buatannya: coklat, kacang, stroberi, hingga blueberry. Setiap hari, ia membawa sepuluh kotak plastik berisi total 180 buah donat, yang dijual seharga Rp8.000 per buah. Jika seluruhnya laku terjual, Sergio bisa mengantongi penghasilan harian sebesar Rp1.440.000.
“Ada rasa coklat, kacang, stroberry, blueberry yang bisa jadi teman ngopi santai setiap pagi,” ujarnya pada Sabtu (4/10) pagi di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta.
Hasil penjualan tersebut sebagian besar ia putar kembali untuk membeli bahan baku serta membayar upah asisten yang membantunya membuat donat di rumah. Usaha rumahan ini dikelolanya sederhana namun penuh ketekunan. Sergio, yang kini berusia 52 tahun, belum berencana memperluas pemasaran ke kafe atau warung, meski ia menyadari potensi konsinyasi di berbagai titik akan lebih menguntungkan secara bisnis.
“Saya tahu bahwa dengan mengembangkan usaha lewat konsinyasi akan lebih efektif. Tapi untuk saat ini modal saya belum cukup. Saya masih menabung dan sudah kepikiran untuk membuat brand — Sergio Donat,” katanya.
Apa yang dilakukan Sergio mendapat perhatian dari kalangan penggiat UMKM. Sekretaris Jenderal Masyarakat Peduli Usaha Mikro Indonesia (MASPUMI) menyebut Sergio sebagai contoh nyata sosok wirausahawan kecil yang bekerja dengan cara halal dan bermartabat. Di tengah maraknya kasus korupsi dan pelanggaran hukum, Sergio menghadirkan narasi tandingan: menjadi sejahtera tanpa harus mencurangi sistem.
“Sergio adalah teladan bagi generasi muda. Ia membuktikan bahwa dengan tekun dan jujur, rezeki halal tetap bisa didapat walau tidak instan,” sebutnya.
Meski kadang harus bersitegang dengan petugas Satpol PP yang menganggap kehadirannya mengganggu arus lalu lintas pejalan kaki, Sergio tetap tidak surut semangat. Ketimbang mengeluh, ia memilih untuk bergeser tempat, menghindari konflik, dan kembali menjajakan donatnya satu per satu, sembari menyimpan harapan untuk kelak memiliki merk dagang sendiri.
Kisah Sergio bukan hanya tentang usaha kecil yang gigih di tengah kota besar. Ia adalah cermin bahwa jalan halal, kendati tidak selalu mudah, tetap bisa mengantar pada hidup yang cukup dan bermakna. (*)