JAKARTA | Seorang teman dosen mengatakan bahwa ia dan sejawatnya hanya boleh mengajar di kampus selama empat jam. Selebihnya dia harus bekerja dari rumah. Ini karena penghematan listrik yang harus dilakukan oleh kampus negeri tempat dia bekerja.
Pegawai-pegawai pemerintah di banyak tempat sekarang harus mengurangi pemakaian listrik. Lampu, lift, kulkas, dan semua barang elektronik dioperasikan terbatas. Ini karena anggaran yang terbatas.
Daya beli menurun. Dan kata yang paling populer sekarang adalah: PHK. Barusan saya baca berita bahwa hari ini adalah hari terakhir bekerja untuk 8,400 buruh Sritex. Pabriknya yang berlokasi di Solo, tutup. Solo! Andai saja mendengar nama kota itu menderingkan sesuatu di telinga Anda.
Ada kawan mengatakan pada saya: awal puasa kita sambut dengan pehaka. Dan mungkin puasa ini akan panjang.
Bergerak tidak lebih dari 100 kilometer dari PHK itu, kita lihat para elit berkumpul. Mereka menguasai negeri ini. Mereka terlihat akrab. Ya dinasti-dinasti penguasa negeri ini. Saya bisa bayangkan mereka saling bertransaksi, bersaing, dan berebut.
Saat ini, saya bayangkan dua mantan presiden itu saling menitipkan anaknya pada Prabowo. SBY titip AHY. Jokowi titip Gibran, Kaesang, dan Bobby. Mereka semua ingin mengabadikan kekuasaannya.
Lalu kemana Puan dan trah dinasti Sukarno? Untuk sementara mereka minggir.
Walaupun ada di Magelang juga.
Lihatlah mereka bernyanyi. Ini adalah rejim yang senang bersukaria. Apakah mereka peduli dengan PHK dan semua kesulitan hidup orang yang membeayai pesta mereka?
Saya tidak tahu jawabannya. Yang jelas mereka berkonsolidasi di kalangan mereka untuk saling bagi-bagi kekuasaan. Bapak anak menantu. Semua kumpul di Magelang.
Karena negara ini adalah mereka.
Sementara kowe? Mereka akan sangat senang kalau kowe #kaburajadulu