Perusahaan Bangkrut, PHK Massal: Dimana Perlindungan Negara?

baraNews

Selasa, 18 Maret 2025 - 08:08 WIB

5059 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Penulis: Ketua Dewan Pembina Institute for Democracy, Security and Strategic Studies (IDESSS), Bambang Darmono

Jakarta —“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia” adalah salah satu
tujuan bangsa Indonesia merdeka. Diksi melindungi dalam frasa ini merupakan tugas konstitusi
yang diberikan kepada penyelenggara negara, agar keamanan negara dalam arti manusia Indonesia
dan masyarakat, wilayah negara dan Pemerintah Indonesia dapat dijamin.

Keamanan manusia (human security) adalah konsep keamanan yang berpusat pada manusia yaitu kondisi terbebasnya manusia dari berbagai ancaman yang mengancamnya, baik kekerasan maupun
non-kekerasan. Bentuk-bentuk ancaman dimaksud dapat berupa bencana alam, konflik dengan kekerasan, kemiskinan yang terus menerus, epidemi dan kemerosotan ekonomi sehingga menimbulkan kesulitan dan berakibat melemahkan prospek perdamaian dan stabilitas serta pembangunan berkelanjutan. Walaupun konsep keamanan Indonesia berbasis bangsa bukan berarti kemananan manusia diabaikan. Keamanan manusia menjadi concern berbangsa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam perspektif HAM, hak hidup adalah hak utama yang sifatnya universal yang mewajibkan keamanan manusia harus dijamin. Terkait manusia sebagai warga negara, jaminan tersebut harus disediakan negara. Negara tidak boleh mengabaikan kondisi keamanan manusia warga negaranya.

Mencermati fenomen PHK di awal tahun 2025, sejak pertengahan tahun 2024 tanda-tanda akan terjadi bangkrutnya PT Sritex dan perusahaan garmen lainnya sudah mulai terdengar. Dari
perspektif manajemen perusahaan, hanya perusahaan atau pengadilan tentang kepailitan PT Sritex
yang paling tahu. Tetapi bukan rahasia umum bahwa ekonomi beaya tinggi di Indonesia dirasakan oleh hampir seluruh perusahaan di Indonesia. Oleh karena itu kepastian berusaha merupakan persoalan yang membuat investasi sulit masuk ke Indonesia.

Mulai dari perijinan, gangguan preman selama proses pembangunan, hingga setoran atau “bayar,
bayar, bayar” kepada penguasa agar perusahaan tetap dapat berjalan. Inilah penyebab ekonomi biaya tinggi. Banyak pihak mengkambing hitamkan besarnya buruh/pekerja pada perusahaan. Padahal faktor-faktor pengeluaran perusahaan yang bersifat administrasi kepada penguasa merupakan porsi yang jauh lebih besar. Belum lagi kuajiban CSR untuk kontribusi berbagai
kegiatan sosial.

Ketidakmampuan bersaing dengan produk impor khususnya dari Tiongkok adalah persoalan yang
mendera. Walaupun tidak adil, apabila disandingkan aple to aple, perusahaan yang berinvestasi di
Tiongkok tidak harus membeli tanah yang dibutuhkan untuk mendirikan sebuah perusahaan karena
disediakan negara. Tentu berbeda di Indonesia.

Akibatnya, apabila kemudian produk-produk tekstil domestik tidak mampu bersaing dengan
produk-produk tekstil Tiongkok adalah akibat dari hal-hal tersebut. Diksinya, inefisiensi alias tidak effisien. Padahal dibalik isu itu, penyebab inefisiensi adalah hal-hal administrasi yang tidak perlu tetapi berkaitan dengan upaya perusahaan bertahan hidup.

Dari pengamatan ke pasar-pasar masyarakat yang berjualan baju dan hal-hal sejenis, baik di Jogya, Solo maupun Pekalongan, harga daster atau baju bisa didapat dengan harga Rp.100.000 untuk tiga
potong. Sulit dimengerti, berapa sesungguhnya harga bahan dasar dan menjahitnya?. Benar bahwa sebagian besar adalah karya perusahaan bahkan mungkin UKM, tetapi dengan kehidupan ekonomi saat ini, masih ada pakaian lebih murah dari pada semangkok bakso. Usut punya usut bahan dasarnya adalah tekstil impor dari Tiongkok apakah batik cap atau tekstil biasa.

PT Sritex adalah perusahaan tekstil dan garmen yang pernah mengekspor seragam tentara Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya karena kemampuannya memproduksi seragam militer yang tidak dapat dideteksi dengan sinar infra merah. Tentu sangat disayangkan perusahaan tersebut harus bangkrut yang mengakibatkan 11.000 karyawannya terkena pemutusan hubungan kerja. Menyesakkan memang. Dibangkrutkan atau apa?. Ternyata bukan hanya PT Sritex tetapi banyak
perusahaan yang mulai gulung tikar seperti PT Yamaha Asia dan Yamaha Indonesia, Sanken, Pabrik sepatu Nike, PT Danbi di Garut dll. Tentu puluhan ribu karyawan di PHK.

Persoalannya adalah hak hidup manusia dan kemampuan bertahan hidup perusahaan yang harus dapat dipecahkan. Adalah tugas Pemerintah untuk selalu menjaga dan menciptakan lapangan pekerjaan agar warga negara dapat bertahan hidup di tengah gempuran barang-barang impor dari Tiongkok yang membanjiri pasar. Melindungi hidup perusahaan untuk menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan PR utama.

Merujuk pada neraca perdagangan Indonesia -Tiongkok 5 tahun terakhir yang selalu defisit dimana
defisit pada Februari 2024 USD 1,77 miliar atau naik dari USD 1,5 miliar pada Desember 2024. Menurut BPS, defisit perdagangan dengan Tiongkok adalah penyumbang defisit terbesar dalam neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2025. Celakanya, BPS mengaku belum melakukan
pengkajian tentang problematika ini. Malas atau dilarang?.

Bagaimana mau melindungi perusahaan-perusahaan dan investor yang bekerja di Indonesia, kalau abai. Inikah ironi Indonesia?, sudah terserang tetapi pasrah dengan melahirkan Permendag No. 8/2024 yang mengakibatkan membanjirnya komoditas dari Tiongkok. Ada apa?.

Salah satu tugas negara dimanapun adalah melindungi warga negara dan masyarakatnya. Bukankah akibat Permendag No. 28/2024 mengabaikan hak hidup warga negara. Tidak aneh bila kesimpulan
masyarakat dan mahasiswa “Indonesia gelap”. PM India Modi menurut Hasyim Joyohadikusumo,
marah karena neraca perdagangannya dengan Indonesia selalu defisit. Sebaliknya Indonesia
nyaman dibanjiri produk Tiongkok.

Melindungi perusahaan nasional dan investor asing yang berinvestasi di Indonesia sama dengan
melindungi tenaga kerja Indonesia. Pemerintah tidak boleh absen menjalankan tugas konstitusinya
dengan mencegah dan menindak pungutan-pungutan liar dan korupsi/gratifikasi tanpa pandang bulu. Lebih jauh kaji ulang pasal-pasal terkait pemilu langsung dalam UUD NRI 1945 yang eksesnya membuat politik berbeaya tinggi dan bermuara pada KKN berkembang pesat.

Berita Terkait

Bersama LSM PENJARA 1, 300 Aktivis Bergerak! Syawalan Akbar Sukses Jalin Kekuatan Sipil Lawan Korupsi
DPRD DKI Josephine Simanjuntak Kritik Dinas Sosial Jakarta: Tidak Akurat dan Tidak Tepat Sasaran
Polri Ungkap Kendala Penyelidikan Kasus Keributan Razman di Ruang Sidang
Polisi Ungkap Penemuan Pabrik Uang Palsu Setelah Penemuan Tas di KRL Stasiun Tanah Abang
Kasus Teror Tempo, Bareskrim Periksa Pengemudi Ojol Pengantar Paket
Kasus Pemalsuan Dokumen di Huripjaya Naik ke Tahap Sidik
Bareskrim Tetapkan Tersangka Kasus Pagar Laut Bekasi
Opini Publik: Memperkuat Jembatan Persahabatan

Berita Terkait

Kamis, 17 April 2025 - 22:28 WIB

Halal Bi Halal Posal Baubau

Rabu, 16 April 2025 - 01:18 WIB

Ketenagakerjaan Masa Depan Dimulai di Lembang: FMIB Satukan Gagasan, Komitmen, dan Kolaborasi

Selasa, 15 April 2025 - 17:00 WIB

Rakyat Menderita Bupati Lingga Traveling Ke Negeri Tirai Bambu, Encek Taufik: Angkat Bicara Terkait Bupati Lingga ke Cina

Sabtu, 12 April 2025 - 22:08 WIB

Pangdam XII/Tpr Pimpin Sertijab Sejumlah Pejabat dan Laporan Korps Kenaikan Pangkat Perwira 1 April 2025

Sabtu, 12 April 2025 - 22:06 WIB

Sertijab dipimpin Kapolda, Kombes Pol Irwan Jaya Resmi Jabat Dansatbrimob Polda Kalteng

Sabtu, 12 April 2025 - 01:50 WIB

Kajati Jabar Berikan Bantuan dan Semangat kepada Siswa SLB dan Pasien Thalasemia

Jumat, 11 April 2025 - 20:30 WIB

Jalin Ukhuwah dan Sinergi, Forkopimcam Kadudampit Gelar Halal Bihalal dengan Insan Pers

Kamis, 10 April 2025 - 08:21 WIB

Andi Rusmawan Pimpin Kunjungan Silaturahmi ke Mantan Bupati, Tegaskan Komitmen Lestarikan Nilai Kepemimpinan

Berita Terbaru

Daerah

Halal Bi Halal Posal Baubau

Kamis, 17 Apr 2025 - 22:28 WIB