Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Sebenarnya saya tidak perlu lagi menulis soal Pidato Pembekalan si Fufufafa ini, karena secara detail dan rinci sudah dituliskan dalam judul sebelumnya “Para-para Kepala dan para-para Wakil kepala daerah mendapat materi pembekalan dari Fufufafa ?” (28/02/25), namun karena banyaknya komen dan japri ke saya untuk menganalisis khusus Video aktual yang merekam momen menarik itu, maka tulisan ini dibuat khusus untuk hal tersebut.
Jadi tak lama setelah tulisan diatas banyak dipublikasikan di berbagai media yang obyektif dan berani memberitakannya, hal ini karena sudah jadi pengetahuan umum bahwa beberapa media tertentu yang selama ini masih merasa “mainstream” atau yang disebut-sebut arus utama, tampaknya masih dalam pengaruh rezim lama, sehingga tidak obyektif, cenderung hanya menjadi corong penguasa saja alias tidak berpihak kepada rakyat yang menyuarakan #IndonesiaGelap saat ini.
Padahal sebenarnya saat ini sudah terjadi shifting alias pergeseran signifikan bagi masyarakat yang cerdas untuk mulai beralih dari media-media yang (dulunya) arus utama tersebut ke media alternatif yang bukan milik konglomerasi media sebelumnya, sehingga beberapa media lama menjadi decline bahkan sunset. Hal ini terbukti dengan hengkangnya banyak awak media dari media cetak, radio, TV besar ke media online, PodCast, YouTube, TikTok dan berbagai channel alternatif lainnya.
Meski begitu ada yang malah berperilaku parah, yakni televisi dan online salah satu group media nasional yang sampai-sampai dirujak oleh netizen dengan disebut sebagai “Dissinformation News Network” (DNN) bahkan diumpat dengan kata (maaf) “f*ck” karena sangat miring dan subyektif dalam memberitakan gerakan civil-society dengan hanya menuliskan kerusakan-kerusakan yang terjadi saat demo, tanpa sedikitpun mau menuliskan hakikat dan esensi aspirasi masyarakat tersebut, terwelu.
Kembali ke soal Video resmi Fufufafa saat memberikan pembekalan Para Kepala dan Wakil kepala daerah kemarin di Akmil Magelang memang misterius, karena seperti ada yang disembunyikan untuk diketahui oleh maayarakat secara luas. Padahal seharusnya video dokumentasi semacam itu adalah konsumsi publik sesuai UU Keterbukaan Informasi. Satu-satunya yang disebarluaskan adalah dokumentasi milik Humas Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dimuat ulang oleh Group Kompas, Detik dan beberapa media lain tanpa suara.
Satu-satunya video dengan subtitle “Dok Humas Kemendagri” berdurasi 1-menit 45-detik inipun lucunya (sengaja) dihilangkan Audio-originating-atmosphere alias suara aslinya dan ditimpa dengan dubbing musik yang tidak jelas apa maksudnya. Padahal dalam Video yang tampak sebenarnya ada saat dia sedang bicara di Podium dan didepan presentasi powerpoint tentang “e-Puchasing tertinggi”, entah faham atau tidak dia maksudnya karena sekalilagi video ini tidak ada suaranya.
Caption dari Humas Kemendagri-pun hanya gymmick menuliskan baju putih dan celana hitam yang dipakainya, jam berapa dan samasekali tidak rinci menuliskan detail materi apa yang disampaikannya selain hanya soal program Asta Cita Presiden Prabowo saja. Memang ada potongan video lainnya yang lengkap dengan audio, namun hanya saat dia membaca pantun yang sudah dibahas di tulisan sebelumnya, itupun sudah diedit habis dengan gaya alay, corat-coret norak alias kampungan, khas postingan instagramnya.
Dengan hanya disediakan Video resmi tanpa suara asli alias film bisu, ini sebenarnya jelas-jelas merupakan pembodohan masyarakat dan mencerminkan ketidakterbukaan dari si Fufufafa. Memang hal tersebut sangat bisa disebabkan karena ketakutannya diketahui bukan soal materi yang disampaikannya, namun ketidakmampuan dia untuk mencerna apa yang harus dibacakannya tersebut. Karena selama ini terbukti pasti ada kekonyolan (atau kedunguan) yang dilakukannya, seperti soal kata “Asam sulfat, Para-para, Paralimpian” dsb sebagaimana yang sempat menjadi trending-topic kebodohannya sebelumnya.
Memang bila dilihat sejarahnya, video tempo doeloe tidak bersuara alias bisu, namun itu dulu terjadi karena teknologinya yang belum memungkinkan saat masih di jaman Cinematograph yang diciptakan oleh Auguste dan Louis Lumière (1895) yang menyempurnakan temuan Kinetoscope dari Thomas Alva Edison & William Kennedy Laurie Dickson sebelumnya (1890-an). Sedangkan di Indonesia, film bisu pertama adalah “Loetoeng Kasaroeng” (1926) yang diproduksi oleh NV Java Film Company di Bandung, berdasarkan legenda Sunda disusul “Eulis Atjih” (1927) dan terus berkembang hingga sekarang.
Kesimpulannya, Ironis menang Indonesia jika harus didowngrade pemikiran dan malah pengetahuannya turun mengikuti si Fufufafa ini. Dokumentasi video resmi saja dibuat bisu sebagaimana jaman film “Lutung Kasarung” nyaris seabad yang lalu. Katanya mau menuju Indonesia Emas 2045, tetapi malah dipaksa mundur ke era film bisu hanya untuk menutupi ketidakmampuan si Fufufafa itu. Kalau sudah begini masihkah civil society disalahkan kalau disamping meneriakkan #AdiliJokowi dan #IndonesiaGelap juga berteriak lantang #MakzulkanFufufafa … ?
)* Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen – Jumat, 28 Februari 2025